Bersahabat dengan kematian
Selama 2 hari kemarin saya berkesempatan berada di Jakarta untuk beberapa keperluan. Menyadari hanya punya 2 hari, saya membuat jadwal untuk memaksimalkan waktu selama di Jakarta.
Selama 2 hari tersebut, saya melakukan banyak hal. mulai dari bertemu dengan beberapa orang hingga pergi ke beberapa tempat.
saya jadi teringat, dulu selama 2 tahun hidup di Jakarta, saya jarang sekali membuat rencana yang tersusun seperti ini.
Ada beberapa tempat yang ingin saya kunjungi. Biasanya saya jadwalkan di akhir pekan, tapi biasanya tidak terlaksana. Dan kembali merencanakan di akhir pekan lagi, dan kembali tidak terlaksana.
Hingga saya kembali ke Jogja, saya tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang ingin saya kunjungi.
saya menyadari, mudah untuk menunda melakukan sesuatu karena saya merasa punya banyak waktu. Jadi, jika hari ini tidak sempat melakukan hal yang ingin saya lakukan, saya bisa melakukannya di lain waktu.
Menyadari memiliki banyak waktu membuat saya jarang membuat rencana-rencana dan menunda melakukan sesuatu
saya jadi teringat dengan Steve Jobs yang menderita kanker pankreas. dia sadar bahwa sewaktu-waktu dia bisa meninggal. dia sadar bahwa dia tidak memiliki banyak waktu di dunia.
Tapi justru di periode itulah, Apple menciptakan produk-produk yang mengguncang dunia seperti iPhone, Macbook, iPad.
Pada pidatonya di Stanford University dia berkata “Remembering that I’ll be dead soon is the most important tool I’ve ever encountered to help me make the big choices in life”.
Ya, Steve Jobs menyadari bahwa hidupnya singkat, jadi ia memaksimalkan waktu yang ia punya untuk membuat hal-hal yang inovatif.
Kematian, kata yang jarang sekali saya pikirkan. dan cenderung saya lupakan. Tapi, menyadari bahwa kita hanya memiliki sedikit waktu di dunia , bisa menjadi pendorong kita untuk melakukan hal yang bermakna.
Sepertinya tidak ada salah nya untuk mencoba bersahabat dengan kematian, sebagai pengingat bahwa kita punya batas waktu di dunia ini.
Komentar
Posting Komentar